Bertiga Tapi Berempat: Drama Gardanalla Bikin Jakarta Penasaran!

Table of Contents
Sebuah pementasan teater berjudul Bertiga tapi Berempat mencoba mengulik luka lama reformasi '98, khususnya dari sudut pandang aktivis dan masyarakat yang merasakan kekecewaan mendalam. Pertunjukan ini menyoroti aksi pembakaran kantor majalah GATRA dan bagaimana peristiwa tersebut membekas dalam ingatan kolektif.
Sutradara sekaligus penulis naskah, Joned Suryatmoko, menghadirkan gaya realisme yang kuat dalam pementasan ini. Ide awal pementasan muncul dari keresahannya melihat data sejarah di media sosial yang seringkali diolah menjadi informasi yang menyimpang. Joned sengaja memilih latar Yogyakarta pada masa reformasi karena terinspirasi dari pengalamannya sendiri sebagai mahasiswa saat itu.
Naskah Bertiga tapi Berempat ini ternyata sudah malang melintang di dunia internasional. Joned membawa naskahnya ke Asia Playwright Meeting di Tokyo dan diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang dan Inggris. Bahkan, pada tahun 2013, naskah ini juga sempat diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman.
Dora The Eksplor, salah satu karakter dalam pementasan, mengingat dengan jelas kejadian 13 tahun lalu di kosan belakang pom bensin Sagan, Yogyakarta. Pementasan yang dibawakan oleh Teater Gardanalla ini berpusat pada ranjang dan kursi sebagai elemen artistik utama. Teater menjadi ruang di mana peran-peran saling bertukar dan terombang-ambing.
Teater jadi ruang terombang-ambing dan peran yang berubah, ujar Dora saat ditemui di Komunitas Salihara.
Kisah dalam pementasan ini melibatkan empat karakter yang saling bergantian menjadi narator: Dora, Cuk, dan Giant. Mereka bertukar peran, menghidupkan kembali memori kelam masa reformasi. Cuk, seorang pria yang pernah berhubungan seksual dengan Dora setelah peristiwa pembakaran gedung GATRA, muncul dan memicu perbincangan tentang sejarah kelam Indonesia di atas ranjang.
Joned mengungkapkan bahwa proses kreatif pementasan ini tidak berjalan mulus. Awalnya, ia merasa kesulitan untuk mengembangkan karakter Giant. Saya gak bisa ngelihatnya jadi proses organik, akhirnya Giant jadi master mind pertunjukan dan butuh ditambahin, ungkapnya.
Pementasan berdurasi 1 jam 25 menit ini menonjolkan konsep akting berlagak dan metateater. Joned ingin menghadirkan realisme yang tidak hanya terpaku pada setting, tetapi juga pada bagaimana akting dapat keluar-masuk dari karakter.
Realis tetap ada, tapi gimana akting keluar-masuk. Bisa mengimplikasi dan menyuarakan dramaturgi realisme, gimana akting berlagak seperti apa. Berangkat dari kegelisahan membagikan itu, gimana panggung bergerak ke wilayah yang bermain-main, jelas Joned.
Sebelumnya, WS Rendra bahkan sempat menawarkan diri untuk menjadi sponsor pementasan ini saat akan dipentaskan di kampus UGM. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya isu yang diangkat dalam pementasan ini dan bagaimana relevansinya dengan kondisi sosial dan politik saat itu.
Pementasan Bertiga tapi Berempat mengajak penonton untuk merenungkan kembali peristiwa reformasi '98, mempertanyakan kebenaran sejarah, dan melihatnya dari berbagai sudut pandang. Pementasan ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga sebuah upaya untuk membuka dialog dan memproses luka lama bangsa.
✦ Tanya AI